Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

'HANYA' TENTANG MENIKAH (PART 2: titik..titik..titik…)

Ya Rabb… semoga saat aku menentukan pilihan nanti, bukan karena aku punya rasa atau tidak punya tapi karenaMu, Yaa Rabb…
Konsul ke MR Arin bilang kalau tidak punya alasan syar’I buat nolak, MR mengaminkan.
Dan akhirnya SMS inilah yang kukirimkan: 
Assalamu’alaykumWrWb.
Bismillahirrahmanirrahim, jika Akhi dan keluarga akhi ikhlas menerima saya dan keluarga saya berikut segala kekurangannya, insyaAllah saya lanjutkan niat mulia untuk menggenapkan setengah Dien,
Wassalamu’alaikum,
Habis itu nggak ada respon dari sana. Tapi tiba-tiba malam harinya ada telpon dari si ikhwan yang sangat membuat bingung.
Angkat/tidak? Hfff… akhirnya kuangkat juga, dan si ikhwan nanyain bener ga itu SMS dariku? Intinya kalo bener, segera dijadwalkan buat kerumah, silaturrahim plus ‘nembung’ alias minta ke ortu secara baik-baik.
Eh, ternyata dia nyampein juga kalo misalkan jadi dan mantap buat lanjut, nikahnya tidak bisa cepet-cepet seperti ikhwan kebanyakan yang bisa sebulan/dua bulan/ maksimal 4 bulan dari ta’aruf sudah bisa nikah.
Sempat curiga sih, kenapa kalau belum siap nikah dalam waktu cepat, ta’arufnya sekarang? Tapi setelah dijelasin sama si ikhwan kalo kendalanya itu karena ibunya sakit dan butuh perawatan ekstra sementara Ayahnya kerja di luar kota dan adik satu-satunya masih kuliah sedang magang di luar kota pula. Otomatis dia harus menjaga ibunya dan keinginan buat segera menikah pun harus tertunda karena Ibu ingin ditemani anaknya sampai sehat.
Duh, sempat pesimis juga sih, lagian kalau terlalu lama ta’aruf takut nggak bisa jaga hati… gimana nih? Solusinya, konsul sama MR dan ortu. Ortu ngasih lampu ijo, karena saat itu kondisi keuangan keluarga pun belum memungkinkan buat mengadakan acara besar (nikah meskipun acara sederhana tapi karena di kampung, jadi termasuk acara besar juga ^^ )
Saat itu kedua adik yang masih kuliah sedang butuh banyak biaya. (satu adik Maba, satu lagi mahasiswa tingkat tengah).
Ortu nyaranin buat lanjut kalo habis istikharah ngerasa mantap. Trus diskusi juga sama banyak temen, dan keputusannya: InsyaAllah lanjut. Bismillah….
Deuh, sesuatu banget deh waktu ngambil keputusan itu, sambil ngebayangin kalo bakal status ‘tergantung’ cukup lama, semoga Allah menjaga kami…. Cuma itu yang menguatkan. Toh kami jauh,nggak hobi sms’an apalagi chatting’an.
sekitar dua minggu kemudian si ikhwan datang ke rumah (setelah bersusah payah nyari waktu diantara kerjaan dan jadwal control ibu_kata perantara_red)
Alhamdulillah, pertemuan sama ortu (sepertinya) berjalan lancar, habisnya kan diriku ini nggak ikut ngobrol cuma nemuin bentar pas baru datang sama pas mau pulang. Selebihnya ngobrol sama Bapak-ibu. Habis mereka pergi (si ikhwan dan perantaranya), pada bilang: sepertinya orang baik ya, semoga memang jodoh… Aamiin…
Wiuh.. lampu ijo lagi. Wkwkwkwk.
Habis itu nggak pernah komunikasi sampai ortu nanyain: gimana kelanjutannya tuh si mas’a? dan jawabanku cukup diplomatis, masih sama kaya’ dulu: nunggu ibu selesai pengobatan J
Tiba-tiba si ikhwan menghubungi, minta silaturrahim kerumah, ortu’a pengen ketemu.
Whaduh… (tepok jidat keras-keras) habisnya gimana gitu rasanya akhwat silmi ke ikhwan,kujawab insyaAllah, nunggu ada waktu yang pas n ada temen yg bisa jaga rahasia.
Dan akhirnya sodara-sodara. Dianterin sepupu yang masih kuliah kita silmi ke rumahnya. Cuma ada ibu dan dia di rumah (etapi pas mau pamitan ketemu adiknya ding!).
Dan sebulan setelah silaturrahim itu, dianya datang kerumah sama Bapaknya. Waduuh.. grogi asli ketemu calon bapak mertua (eh?!) dan sebulan berikutnya sekeluarga bersama krucil-krucil yang katanya sepupunya datang untuk khitbah secara resmi. Yup! Bismillah.. semoga makin mantap meniti langkah ini, gitulah kira-kira doaku waktu itu.
Pas mau khitbahan itu cukup grogi sih, kan mau ketemu keluarga besarnya dia. Hff… jujur sampai bingung mau berpenampilan kekmana. Finally berpenampilan yang ‘arin banget’ hehe.
Acaranya sederhana, pas keluarga dia datang disambut dengan meriah (halah!) maksudnya mah disambut dengan takdzim sama keluarga Wonosobo. Ramah tamah alias ngobrol2 santai, trus lama-lama langsung ke pebicaraan pokoknya alias ngehitbah Arin. (ih.. ko malah jadi deg2an sendiri sih? Hihi)
Habis itu nentuin waktu nikahnya (Alhamdulillah dua keluarga nggak ada yang ribet soal penanggalan. Jadinya sigkat banget langsung ada kesepakatan bulan, kalau untuk tanggal masih menyesuaikan sama jadwal kerja Bapaknya yang pelayar.
Trus, udah deh. Arin malanjutkan hari-hari seperti biasa, sambil nunggu tanggal nikahnya. Hehehe. Malah nggak begitu kepikiran nikahnya mau gimana. :P

_bersambung_

Posting Komentar untuk "'HANYA' TENTANG MENIKAH (PART 2: titik..titik..titik…)"