Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Saklek atau Toleransi Kebablasan?



Akhir-akhir ini marak grup di dunia maya (khususnya facebook) dalam berbagai tema. Mulai dari grup Ibu-ibu menyusui, grup pecinta makanan, grup kuliner, grup parenting, sampai grup nostalgia. Diskusi grup seputar tema yang diusung grup seringkali menjadi keruh ketika ada salah satu member membawa ‘islam’ dalam postingan atau komentar.
Member yang seperti itu pasti langsung dibully beramai-ramai (bahkan oleh sesama muslim) dan dicap ‘ekstrim, fundamentalis, dll. Komentar lain yang muncul pasti ‘jangan bawa-bawa SARA ke grup ini’. Dari sini saya kemudian berfikir, bukankah islam itu memang harus ‘dibawa’ dalam setiap aktivitas? Bahkan bagi seorang muslim aktivitas di kamar mandi pun ada adabnya; mulai dari berdoa sebelum masuk, ketika beristinja’ (cebok), keluar kamar mandi, dll. Betapa indahnya islam jika kita mampu memahaminya dan tidak sekedar berkoar-koar ‘jangan bawa-bawa islam dalam….’ Ekonomi, politik, social, masyarakat, semuanya diatur dalam islam dan islam mencakup semuanya.



Saat salah seorang member grup masakan memposting kreasi kue berbentuk babi, komentar yang muncul bermacam-macam. Mulai dari apresiasi terhadap kreasinya yang unik dan detail (memang yang membuat kue seperti itu artinya ia sudah ahli) sampai yang melihat bentuk itu dari sisi agama islam yang notabene mengaharamkan babi. Reaksi dari komentar selanjutnya menjadi tentang halal-haram seputar babi. Sebagian keukeuh dengan argumen babi haram maka tidak etis seorang muslim menyukai karakter babi; sebagian lainnya mengatakan tidak apa-apa saling menghormati saja toh karakternya tidak haram; dan sebagian yang lain menghujat si ibu yang berkomentar haram. Jika sudah seperti ini selanjutnya pasti menjadi rusuh dan debat kusir berkepanjangan.

Saya memilih untuk menjadi silent reader daripada menambah panjang daftar komentar. Sejatinya saya setuju dengan pernyataan bahwa babi haram dan tidak etis seorang muslim menyukai karakter babi. Rasanya miris mendengar komentar yang menghujat dengan kata-kata dan umpatan-umpatan yang tak enak di dengar. Saya pun berfikir, apa saya termasuk orang yang saklek sekali, atau mereka yang toleransinya kebablasan?.

Oke. Kue, boneka, mainan, atau apapun dengan karakter babi memang tidak haram karena yang haram adalah babi yang sebenarnya babi. Tapi, siapa yang menjamin jika pemunculan secara massif karakter babi ini adalah rekayasa agar orang muslim makin ‘dekat’ dengan babi?! Tak ada yang tahu.
Ini hanya pemikiran bodoh saya saja, yang menganggap sebenarnya ada semacam penggiringan opini dan mindset agar kaum muslim tak lagi merasa jijik, ngeri, atau hati-hati dengan semua yang berbau babi.

Jika banyak orang bilang kita harus toleransi dan biarkan saja mereka mau posting apa saja di grup, maka ingin rasanya saya pun bilang kalau memang mau toleran, mengapa mereka juga tidak toleran dengan memosting hal-hal yang haram atau memicu kontroversi?! 

Dalam obrolan sore bersama suami setelah ada postingan seperti itu, ternyata suami pun sependapat dengan saya. Memang karakter babi baik boneka atau makanan tidak haram, tapi bisa jadi ini masuk wilayah abu-abu. Coba bayangkan, jika kita atau anak-anak kita sudah sangat terbiasa makan kue dengan karekter ini atau meluk meluk bonekanya lalu ketemu yang asli dan tanpa jijik memegang atau bahkan makan dagingnya karena dalam alam bawah sadar mereka sudah ada stigma ‘babi tidak haram’ seram kan?! Inilah yang saya bilang ada yang merencanakannya dan pelan-pelan menggiring persepsi kaum muslim.

Allahua’lam, saya hanya orang awam.

Dalam kumpulan hadits An-Nawawiyah ke 6, tentang halal dan haram
Abu Abdillah Nu’man bin Basyir ra. Berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Antara keduanya ada perkara samar yang tidak diketahui banyak orang. Orang yang menghindari perkara samar, berarti memelihara agama dan harga dirinya. Sedangkan orang yang jatuh dalam perkara samar, berarti jatuh dalam perkara haram. Seperti penggembala yang menggembala dekat daerah terlarang, tentu sangat riskan, suatu saat hewan gembalanya pasti akan memasuki daerah terlarang itu. Ketahuilah, setiap raja memiliki daerah terlarang. Ingatlah bahwa daerah larangan Allah adalah apa yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, di dalam tubuh manusi terdapat segumpal daging. Jika ia baik seluruh tubuh pun baik, dan jika ia rusak, seluruh tubuh pun rusak. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati” (HR Bukhari dan Muslim). (Al-Wafi, hlm 31-32).

Allahua’lam bish shawab.

_Arien, Sept 14_

Posting Komentar untuk "Saklek atau Toleransi Kebablasan?"