Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Belajar Bercerita

Aku ingin mewariskan buku kepada anak cucuku, sebagaimana mbah kakung dan bapakku. Setiap bulan, setelah mengambil dana pensiun di kantor pos kota, Mbah Kakung selalu menyempatkan mampir ko toko buku dan membeli komik-komik kisah Nabi, komik kisah teladan, buku kisah Nabi, kisah Walisongo, dan terkadang majalah bekas. Alhamdulillah, di tengah keterbatasan masih ada rasa haus akan ilmu.

Buku-buku cerita di perpustakaan sekolah pun selalu kulahap dengan rakusnya. Senang rasanya membaca cerita,meskipun belum ada keinginan untuk menulis. Sampai di bangku SMP Allah mempertemukanku dengan seorang sahabat yang sama-sama hobbi membaca dan punya koleksi buku. Dari sanalah aku mengenal kisah islami, lewat majalah Annida bekas yang dipinjamkannya padaku. Oia, kakak temanku itu rajin mengirimkan majalah Annida dan buku cerita islami kepadanya. Aku mulai mengenal nama Helvi Tiana Rosa, Asma Nadia, Afifah Afra, Muthmainnah. Boim Lebon, Melvi Yendra, Muttaqwiati, Nurul F Huda, Ali Muakhir, dan sederet nama penulis lainnya.
Hampir tiap pekan selalu ada buku yang dibawakannya untukku. Jika ada buku baru, ia kabarkan dan aku pun rela berjalan kaki menuju rumahnya yang jauh dari rumahku  untuk meminjam buku.

Lama kelamaan aku pun ingin memiliki sendiri majalah Annida dan buku kisah islami. Dan dengan menabung sedikit demi sedikit aku bisa membeli buku itu. Perlu diketahui, di kota kelahiranku Wonosobo, sangat sulit mencari buku-buku cerita islam. Di salah satu swalayan besar pun hanya ada beberapa judul. Kumcer Afifah Afra GENDERUWO TERPASUNG adalah buku yang pertama kubeli dari hasil menyisihkan uang saku. Alhamdulillah... Berkali-kali kubaca kisahnya jika tak ada bacaan lain. 

Hal menarik lain selain membaca buku adalah berdiskusi dengan Bapak. Ya, beliau pun selalu menyempatkan membaca majalah Annida dan buku-buku yang kupinjam dari temanku. Bapak hanya seorang petani sederhana, tapi karena suka membaca (menurutku) ia tahu banyak hal.

Saat membaca Genderuwo Terpasung, tiba-tiba bapak berkomentar: Ini penulis ekstrimis, hati-hati kalau baca buku-bukunya. Aku tersentak. Maksudnya apa ya? kenapa bapak bisa berfikiran begitu?. Lihat saja nama pena nya, Afifah Afra Amatullah. Dan cerita-ceritanya di Annida juga kebanyakan seperti orang islam garis keras, katanya.
Benarkah begitu? Tapi aku teruskan untuk membaca dan menikmati alur cerita dan tetap rajin meminjam buku dari sahabatku.

Membaca Bulan Mati di D Javache Oranje (BMDJ) , komentar Bapak pun lebih banyak lagi. Mulai dari setting waktu yang kurang pas dengan kondisi yang diceritakan, tokoh yang terlalu berlebihan baiknya, sampai katanya perempuan di zaman itu belum ada yang memakai abaya dan jilbab lebar, dll. Aku hanya diam dan terus menikmati novelnya, karena bagiku semuanya bagus, malah membuatku meleleh di beberapa bab. Mungkin semua yang bapak sebutkan hanya karena pengetahuan bapak yang masih sedikit terhadap hal-hal tersebut. Saya yakin penulis sudah melakukan riset mendalam untuk novel sejarah semacam itu.

Dari sana saya belajar bahwa untuk menulis cerita, tidak hanya ceritanya yang menarik tetapi harus 'pas' dengan logika. Sejak saat itu pula jika membaca novel saya sering mengkritisi (meskipun saya selalu membaca sampai tamat) dan ngedumel sendiri. 'Ih, masa anak 6 tahun sudah bisa berfikir seperti itu? Sudah sebijak itu? Batinku saat membaca sebuah novel yang tokoh utamanya anak umur 6 tahun yang begitu hebat dan bijaknya. Atau 'memangnya waktu itu keluarga sederhana di pegunungan sudah mengenal sikat gigi untuk masing-masing orang? Setting waktunya kan tahun 70an'. Dan berbagai komentar lainnya. Hm.. Komentar itu tentu bukan mengkritik penulisnya, bukan sama sekali. Siapa saya bisa berkomentar macam-macam terhadap penulis besar?. Ya, komentar itu semata karena saya ingin belajar agar tulisan saya lebih baik dan lebih baik.

Setelah melanjutkan SMA dan jarang bertemu sahabat SMP lagi, sering pula kupinjam novel-novel islami dari perpusda. Alhamdulillah,.. Selalu menambah ilmu.
Terimakasih mba Afra, telah menjadi salah satu muslimah yang memotivasiku untuk menulis. Banyak kisah-kisahmu yang membuatku tersentak, tertohok, malu, banyak pula yang membuatku nangis bombay berderai-derai *lebay. Memang sih, ada beberapa yang kadang terlalu lebay dan terlalu banyak diskripsi. But at all, i luph u full. Hehehe.
Bertemu denganmu saat forum muswil FLP di solo adalah kenangan tersendiri buatku, karena bisa ngobrol asyik dan bahas FLP Wonosobo (hiks. feeling guilty karena sampai sekarang beum jalan, Aku malah pindah ke Semarang dan teman-teman yang dulu bersemangat sekarang sibuk sama keluarga masing-masing. *nangis).

Sebenarnya, pertama kali bertemu denganmu langsung saat launching D wisnt di Gramedia Javamall. saat itu aku masih semester 3 dan unyu-unyu, hanya 'menikmati' launching dari bangku pojok belakang lalu berjabat tangan saat minta tanda tangan buku yang kubeli. ke dua kalinya, dalam bedah 'And The Star Is Me' oleh BEM FIB Undip, sempat sedikit ngobrol dan foto bareng sama teman-teman. 

Terimakasih Mba Afra, terus berkarya untuk Indonesia.
Me w/ Mba Afra di Musywil FLP 2012
Me W/ Mb Afra's Book


Buku Afifah Afra yang pernah kubaca
(yang masih kuingat, karena sudah banyak yang lupa)
  1. Genderuwo terpasung
  2. Bulan Mati di D Javache Oranje
  3. Peluru di Matamu
  4. Serial Elang (1-3)
  5. Sayap-Sayap Sakinah
  6. Mei Hwa Dan Sang Pelintas Zaman
  7. Kesturi dan Kepodang Kuning
  8. And The Star Is Me
  9. De Winst
  10. Syahid Samurai
  11. Kembang Luruh di Rimbun Jati
  12. Serial Marabunta 1-3 (hiks. Belum baca yang ke 4)
  13. Rabithah Cinta
  14. Tersentuh Ilalang
  15. Tarian Ilalang
  16. Jangan Panggil Aku Josephine
  17. Mawar-mawar Adzkiya
Semarang, Januari 2015
PS: Maaf, tulisannya random banget.. *nyengirkuda
.

Posting Komentar untuk "Belajar Bercerita"