Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mendidik Anak Menjadi Hafidz Qur’an




Bismillahirrahmanirrahim,
Ayah Bunda, memasuki10 hari terakhir ramadhan, semoga ibadah kita tak tergoyahkan dengan segala kesibukan menyiapkan pernak-pernik idul fitri dan mudik bagi yang akan menikmati lebaran di kampung halaman.
Ramadhan syahrul qur’an atau ramadhan bulannya alqur’an karena di bulan ini juga Al-qur’an pertama kali diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah Muhammad SAW melalui perantara sang pembawa wahyu, Malaikat Jibril.

Untuk itu di bulan ramadhan kita sangat disunnahkan untuk memperbanyak berinteraksi dengan Al-qur’an baik membaca/tilawah, tadabbur, maupun menghafalkannya. Alqur’an akan menjadi syafa’at bagi orang-orang yang menjadikannya sebagai sahabat seperti dalam hadits rasulullah:
“bacalah Al Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai syafa’at bagi shahibul Qur’an” (HR. Muslim  804)
kedekatan dengan Al-qur’an ini hendaknya dimulai sedini mungkin, bahkan sejak janin dalam kandungan melalui tangan bundanya.
Saya teringat dalam sebuah tayangan televisi khusus ramadhan, Hafidz Qur’an, dimana seorang anak berusia 4,5 tahun sudah hafal 6 juz. MaasyaaAllaah.. saat itu sikecil memasuki zona tidak aman dan saat MC memintanya memberikan pesan/kesan, dengan menahan haru dan tangis dia mengucapkan sebuah kalimat yang sangat menohok. “Jangan berhenti untuk menghafal Al-qur’an ya..”
Ah, betapa anak kecil itu begitu bersemangat untuk menghafalkan kata demi kata dalam Alqur’an. Sementara kita yang dewasa seringkali banyak alasan untuk meninggalkannya, dalam hati saya berucap.
Orangtua mana yang tidak bangga dengan anaknya yang menjadi hafidz/hafidzah? Saya pun sangat ingin anak-anak saya menjadi penghafal Al-qur’an, menjadi ahlul qur’an, menjadi sahabat Al-qur’an sehingga saat melihat anak-anak yang begitu bersemangat dan cinta AL-qur’an, selalu tergetar hati saya dan merinding bulu kuduk. Adakah Ayah-Bunda seperti itu?
Anak-anak yang hafal alqur’an, maka ia akan memberikan sebuah mahkota untuk orangtuanya kelak di akhirat. Bukankah ini investasi yang sangat berharga? Jauh lebih berharga dari segala macam harta dan kemewahan dunia.
“Al-Quran akan datang pada hari kiamat, lalu dia berkata, “Ya Allah, berikan dia perhiasan.” Lalu Allah berikan seorang hafidz al-Quran mahkota kemuliaan. Al-Quran meminta lagi, “Ya Allah, tambahkan untuknya.” Lalu dia diberi pakaian perhiasan kemuliaan. Kemudian dia minta lagi, “Ya Allah, ridhai dia.” Allah-pun meridhainya. Lalu dikatakan kepada hafidz quran, “Bacalah dan naiklah, akan ditambahkan untukmu pahala dari setiap ayat yang kamu baca. (HR. Turmudzi 3164 dan beliau menilai Hasan shahih).
Akhdan Muhammad Al-Fawwaz
Itulah nama indah seorang remaja yang baru-baru ini mendapatkan ijazah sebagai seorang hafidz. Anak pertama dari 5 bersaudara yang semuanya laki-laki itu mengaku sejak kecil sudah belajar menghafal Alqur’an.
“Sejak kecil orangtua saya selalu mengajarkan Al-qur’an. Namun sepenjang ingatan, saya memulai menghafal Al-qur’an sejak SD saat mengenyam pendidikan di Sekolah Alam Ar-Ridho Semarang dengan target lulus miniman hafal 2 juz yaitu juz 29 dan juz 30,” katanya memulai kisah pada pagi itu, di hadapan kami, para orang dewasa yang masih belajar untuk menghafal.
“Setelah itu, saya masuk madrasah Tsanawiyah (setara SMP) sekaligus pesantren di Jepara. Selama tiga tahun saya hafal 25 juz. Tamat Mts, saya melanjutkan sekolah ke SMA IT Ibnu Abbas Solo, dan alhamdulillah mendapatkan ijazah hafidz di sana.”
Allahu Akbar! Betapa Allah memberikan kemudahan bagi orang-orang yang mau berusaha dan menuntut ilmu. Tapi, apakah hafidz-nya Fawwaz adalah hal yang tiba-tiba terjadi? Tentu saja tidak. Ada banyak hal yang bisa kita petik dari kisah remaja yang bercita-cita melanjutkan kuliah ke Universita Ummul Quro, Mekkah Al-Mukarramah.
Orangtua menjadi teladan utama anak menjadi hafidz/ah
Pertama, do’a dari orang tua. Ayah-Bunda percaya dengan kekuatan do’a? Itulah kekuatan yang akan ‘menyihir’ mereka, karena Allah selalu Mendengar do’a dari hamba-Nya. Jangan lupa untuk mendo’akan mereka setiap saat terutama setelah shalat.
Kedua, Teladan dari Orangtua. Menjadi contoh haruskah menjadi hafidz/ah terlebih dahulu? Tentu idealnya seperti itu. namun, tidak menutup kemungkinan dan memang sangat banyak contohnya, anak-anak yang menjadi hafidz/ah meskipun orangtuanya bukan. Hanya saya PASTI mereka selalu memberikan teladan untuk selalu istiqomah berinterksi dengan Al-qur’an.
Orangtua Fawwaz contohnya, mereka selalu menyediakan waktu minimal 30 menit setelah shubuh dan setelah maghrib untuk menghafal Alqur’an. Urusan cepat hafal atau tidak adalah rejeki masing-masing orang. Bedanya, ada yang bisa bersabar ada pula yang cepat menyerah.
Ketiga, memberikan pendidikan terbaik untuk mereka menghafal Al-qur’an. Bisa dengan memasukkannya ke pesantren/sekolah tahfidz, bisa juga dengan cara orangtua disiplin mengajarkan anak untuk menghafal.
Apapun Profesinya, Hafidz Qur'an utamanya
Ayah-Bunda, itulah tiga hal yang saya petik dari kisah Fawwaz dan orangtuanya. Semoga kita bisa meyakinkan dalam diri kita sendiri sekaligus kepada anak-anak kita bahwa menjadi penghafal Al-qur’an adalah pekerjaan mulia. Profesi apapun, menjadi hafidz/ah adalah suatu keniscayaan. Semoga Allah memudahkan kita semua dalam beribadah dan utamanya dalam menjadikan Al-qur’an sebagai sahabat kita. Aamiin..
Semoga bermanfaat.

4 komentar untuk "Mendidik Anak Menjadi Hafidz Qur’an"

  1. Subhannalloh, selalu kagum dengan orangtua yang memiliki anak-anak yang hafidz Quran

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba., semoga kita juga bisa seperti mereka. Aamiin..

      Hapus
  2. Semoga Alquran tak pernah hilang dari hati umat islam

    BalasHapus